Pendahuluan
Globalisasi perekonomian membawa tantangan
baru bagi organisasi untuk tetap bertahan hidup dalam persaingan yang makin
kompetitif. Organisasi bisnis maupun organisasi non bisnis dituntut untuk
memiliki SDM yang kompeten yang mampu menjalankan dan menyelesaikan tugas dan
kewajibannya secara lebih baik. Individu harus terlatih untuk secara aktif
bertanggung jawab atas perilaku mereka, mengembangkan dan saling berbagi informasi
tentang pekerjaan. Pemberdayaan karyawan akan sangat menentukan kesuksesan
organisasi. Organisasi harus menyadari bahwa makin kompetitifnya lingkungan
bisnis mereka, memerlukan pembelajaran yang lebih efektif, pemberdayaan
karyawan, dan komitmen yang lebih besar dari setiap orang yang terlibat dalam
organisasi. Perusahaan harus memahami bahwa kunci untuk meraih kinerja
perusahaan yang lebih baik adalah komunikasi.
Ditinjau dari segi kepemimpinan dalam
organisasi dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan sehingga
mampu mempengaruhi orang lain agar bekerja bersama sebagai suatu tim untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai, selain itu ia harus bisa membedakan antara
otoritas (suatu wewenang yang didelegasikan dari atas melalui rantai perintah)
dan kepemimpinan (suatu wewenang yang didapat seseorang dari rekan maupun
bawahannya). Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinan, seorang pemimpin harus
memahami benar bahwa individu merupakan komponen penting dalam organisasi
sehingga harus dilibatkan dalam pendelegasian tanggung jawab untuk mencapai
tujuan organisasi dengan tanpa mengabaikan aspek budaya dan lingkungan
organisasi, serta adanya persetujuan antara pihak manajemen dengan bawahan
(Conger,1998). Untuk menunjang fungsi inilah dibutuhkan adanya komunikasi yang
berkualitas yaitu dengan sikap antusias terhadap semua kegiatan operasi,
komunikasi dua arah antara pemimpin dengan pekerja, dan perhatian yang cukup
dalam hubungan dengan bawahan.
Komunikasi : Definisi dan Proses
Kesuksesan organisasi sangat dipengaruhi oleh
kapabilitas dan kompetensi masing-masing individual dan kerjasama antar anggota
tim dalam organisasi. Dalam menjalin kerjasama untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan adanya komunikasi. Ditinjau berdasarkan teknis pelaksanaannya,
komunikai dapat dirumuskan sebagai kegiatan dimana seseorang menyampaikan pesan
melalui media tertentu kepada orang lain dan sesudah menerima pesan serta
memahami sejauh mana kemampuannya, penerima pesan menyampaikan tanggapan
melalui media tertentu kepada orang yang menyampaikan pesan tersebut kepadanya.
Argiris (1994) mendefinisikan komunikasi
sebagai suatu proses dimana seseorang, kelompok, atau organisasi (sender)
mengirimkan informasi (massage) pada orang lain, kelompok, atau organisasi (receiver).
Proses komunikasi umumnya mengikuti beberapa tahapan. Pengirim pesan
mengirimkan informasi pada penerima informasi melalui satu atau beberapa sarana
komunikasi. Proses berlanjut dimana penerima mengirimkan feedback atau umpan
balik pada pengirim pesan awal. Dalam proses tersebut terdapat
distorsi-distorsi yang mengganggu aliran informasi yang dikenal dengan noise.
Proses komunikasi dapat dijelaskan melalui
pemahaman unsur-unsur komunikasi yang meliputi pihak yang mengawali komunikasi,
pesan yang dikomunikasikan, saluran yang digunakan untuk berkomunikasi dan
gangguan saat terjadi komunikasi, situasi ketika komunikasi dilakukan, pihak
yang menerima pesan, umpan dan dampak pada pengirim pesan. Pengirim atau sender
merupakan pihak yang mengawali proses komunikasi. Sebelum pesan dikirimkan,
pengirim harus mengemas ide atau pesan tersebut sehingga dapat diterima dan
dipahami dengan baik oleh penerima, Proses pengemasan ide ini disebut dengan
encoding.
Pesan yang akan dikirimkan harus bersifat
informatif artinya mengandung peristiwa, data, fakta, dan penjelasan. Pesan
harus bisa menghibur, memberi inspirasi, memberi informasi, meyakinkan, dan
mengajak untuk berbuat sesuatu. Pesan yang telah dikemas disampaikan melalui
media baik melalui media lisan (dengan menyampaikan sendiri, melalui telepon,
mesin dikte, atau videotape), media tertulis (surat, memo, laporan, hand out,
selebaran, catatan, poster, gambar, grafik), maupun media elektronik
(faksimili, email, radio, televisi).
Penggunaan media untuk menyampaikan pesan
dapat mengalami gangguan (noise) yang dapat menghambat atau mengurangi
kemampuan dalam mengirim dan menerima pesan. Gangguan komunikasi dapat berupa
faktor pribadi (prasangka, lamunan, perasaan tidak cakap) dan pengacau indra
(suara yang terlalu keras atau lemah, bau menyengat, udara panas). Situasi juga
dapat mempengaruhi jalannya komunikasi karena situasi dapat mempengaruhi
perilaku pihak yang berkomunikasi sehingga pada waktu berkomunikasi dengan
pihak lain tidak hanya harus mempertimbangkan isi dan cara penyampaian, tetapi
juga situasi ketika komunikasi akan disampaikan.
Setelah pesan disampaikan, pihak yang menerima
pesan (receiver) harus dapat menafsirkan dan menerjemahkan pesan yang diterima.
Penafsiran pesan mengkin akan sama atau berbeda dengan pengirim pesan. Jika
penafsiran sama, maka penafsiran dan penerjemahan penerima benar dan maksud
pengirim tercapai.
Jika penafsiran berbeda maka penafsiran dan
penerjemahan salah dan maksud tidak tercapai. Penafsiran pesan ini sangat
dipengaruhi oleh ingatan dan mutu serta kedekatan hubungan antara pengirim dan
penerima.
Unsur terakhir dalam komunikasi adalah umpan
balik merupakan tanggapan penerima terhadap pesan yang diterima dari pengirim.
Umpan balik bisa berupa tanggapan verbal maupun non verbal dan bisa bersifat
positif maupun negatif. Umpan balik positif terjadi bila penerima menunjukkan
kesediaan untuk menerima dan mengerti pesan dengan baik serta memberikan
tanggapan sebagaimana diinginkan oleh pengirim.
Sedangkan umpan balik negatif
dapat benar juga dapat salah. Umpan balik negatif dikatakan benar jika isi dan
cara penyampaian pesan dilakukan secara benar, penafsiran dan penerjemahan
penerima pesan juga benar. Umpan balik negatif dikatakan salah jika isi dan
cara penyampaian pesan dilakukan secara benar tetapi penafsiran pesan salah.
Dalam komunikasi secara bergantian peran penerima pesan bisa berubah menjadi
pengirim pesan dan pengirim pesan berubah menjadi penerima pesan.
Jenis – jenis Komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari kata Latin
Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama.
Kalau kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang
disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya.
Komunikasi adalah keterampilan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia, dimana dapat kita lihat komunikasi dapat
terjadi pada setiap gerak langkah manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang
tergantung satu sama lain dan mandiri serta saling terkait dengan orang lain
dilingkungannya. Satu-satunya alat untuk dapat berhubungan dengan orang lain
dilingkungannya adalah komunikasi baik secara verbal maupun non verbal ( bahasa
tubuh dan isyarat yang banyak dimengerti oleh suku bangsa).
Pada dasarnya komunikasi digunakan untuk
menciptakan atau meningkatkan aktifitas hubungan antara manusia atau kelompok.
Jenis komunikasi terdiri dari:
1. Komunikasi verbal dengan kata-kata
2. Komunikasi non verbal disebut dengan bahasa
tubuh
1. Komunikasi Verbal mencakup aspek-aspek
berupa ;
a. Vocabulary (perbendaharaan kata-kata).
Komunikasi tidak akan efektif bila pesan disampaikan dengan kata-kata yang
tidak dimengerti, karena itu olah kata menjadi penting dalam berkomunikasi.
b. Racing (kecepatan). Komunikasi akan lebih
efektif dan sukses bila kecepatan bicara dapat diatur dengan baik, tidak
terlalu cepat atau terlalu lambat.
c. Intonasi suara: akan mempengaruhi arti
pesan secara dramatik sehingga pesan akan menjadi lain artinya bila diucapkan
dengan intonasi suara yang berbeda. Intonasi suara yang tidak proposional
merupakan hambatan dalam berkomunikasi.
d. Humor: dapat meningkatkan kehidupan yang
bahagia. Dugan (1989), memberikan catatan bahwa dengan tertawa dapat membantu
menghilangkan stress dan nyeri. Tertawa mempunyai hubungan fisik dan psikis dan
harus diingat bahwa humor adalah merupakan satu-satunya selingan dalam
berkomunikasi.
e. Singkat dan jelas. Komunikasi akan efektif
bila disampaikan secara singkat dan jelas, langsung pada pokok permasalahannya
sehingga lebih mudah dimengerti.
f. Timing (waktu yang tepat) adalah hal kritis
yang perlu diperhatikan karena berkomunikasi akan berarti bila seseorang
bersedia untuk berkomunikasi, artinya dapat menyediakan waktu untuk mendengar
atau memperhatikan apa yang disampaikan.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah penyampaian pesan
tanpa kata-kata dan komunikasi non verbal memberikan arti pada komunikasi
verbal.
Yang termasuk komunikasi non verbal :
a. Ekspresi wajah
Wajah merupakan sumber yang kaya dengan
komunikasi, karena ekspresi wajah cerminan suasana emosi seseorang.
b. Kontak mata, merupakan sinyal alamiah untuk
berkomunikasi. Dengan mengadakan kontak mata selama berinterakasi atau tanya
jawab berarti orang tersebut terlibat dan menghargai lawan bicaranya dengan
kemauan untuk memperhatikan bukan sekedar mendengarkan. Melalui kontak mata
juga memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengobservasi yang lainnya
c. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal
mengingat sentuhan lebih bersifat spontan dari pada komunikasi verbal. Beberapa
pesan seperti perhatian yang sungguh-sungguh, dukungan emosional, kasih sayang
atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan.
d. Postur tubuh dan gaya berjalan. Cara
seseorang berjalan, duduk, berdiri dan bergerak memperlihatkan ekspresi
dirinya. Postur tubuh dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan
tingkat kesehatannya.
e. Sound (Suara). Rintihan, menarik nafas
panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang
dapat dijadikan komunikasi. Bila dikombinasikan dengan semua bentuk komunikasi
non verbal lainnya sampai desis atau suara dapat menjadi pesan yang sangat
jelas.
f. Gerak isyarat, adalah yang dapat
mempertegas pembicaraan . Menggunakan isyarat sebagai bagian total dari
komunikasi seperti mengetuk-ngetukan kaki atau mengerakkan tangan selama
berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan stress bingung atau sebagai upaya
untuk menghilangkan stress
Contoh Konflik Komunikasi dalam Organisasi
Misalnya pegawai lini memiliki wewenang dalam
proses pengambilan keputusan sementara staff lebih pada memberikan rekomendasi
atau saran. Sering pegawai lini merasa lebih penting, sementara staff merasa
lebih ahli. Ujung-ujungnya miss understanding di kalangan pelaku organisasi
karena informasi yang diterima kurang jelas atau bertentangan dengan tujuan
yang sebenarnya.
Dalam konflik ini bisa kami simpulkan
bahwasanya dalam berorganisasi kita tidak boleh meninggalkan yang namanya 3K
(komunikasi, konfirmasi, koordinasi). Pentinggnya komunikasi dalam organisasi
sangat berpengaruh terhadap kelangsungan anggota dalam berorganisasi
PENUTUP
Komunikasi
merupakan satu hal penting untuk menunjang kesuksesan organisasi baik dalam
meningkatkan kinerja organisasi maupun adaptasi organisasi terhadap setiap
perubahan lingkungan bisnis yang ada sehingga organisasi bisa tetap survive
bahkan meraih keunggulan kompetitifnya. Melalui komunikasi yang baik antar
individu dan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam organisasi maupun diluar
organisasi, organisasi dapat memperoleh informasi-informasi yang dibutuhkan.
Untuk mengembangkan komunikasi yang baik ini diperlukan peran aktif manajer
maupun bawahan melalui aplikasi beberapa teknik yang telah dijelaskan pada
bagian sebelumnya.
Referensi :
Argiris C., 1994. Good communication that
block learning. HBR. July - Agustus
Conger, A. J., 1998. The Necessary Art of
Persuasion. HBR. May – June
Dean, O., Popp, G.E., 1990. Intercultural
communication effectiveness as perceived by American managers in Saudi Arabia
and French managers in the US. International Journal of Intercultural Relation,
12 (3), 405-424.
Griffith, D.A., 2002. The role of
communicayion competencies in international business relationship development.
Journal of World Business, 37 (4), 256-265.
Graham, H.G., 1991. The Impact of non verbal
communication of organization: A survay of perceptions. The journal of Business
communication. Winter 1991.
Konutson, T.J., Komolsevin, R., Chatiketu, P.,
Smith, V.R., 2003. A cross cultural comparason of Thai and US American
rethorical sensitivity implications for intercultural communication
effectiveness. International Journal of Intercultural Relation, 27 (1), 63-78.
Koester, J., Olebe, M., 1988. The behavioral
assessment scale for intercultural communication effectiveness. International
Journal of Intercultural Relation, 12 (3), 233-246.
Xie, A., Rau, L.P., Tseng, Y., Su, H., Zhao,
C., 2008. Cross cultural influence on communication effectiveness and user
interface design. International Journal of Intercultural Relation, 32 (1),
80-91